Tuesday, June 9, 2009

Nguri-uri kabudayan ( Jawi )







Mungkin kalimat diatas tidak lagi terdengar dari generasi muda sekarang.Disaat menjamurnya internet,facebook,blogger, dan situs jejaring lainnya,perlahan lahan mengikis bahkan melunturkan budaya budaya warisan nenek moyang kita.Disini saya akan menulis khususnya kebudayaan jawa yang dikit demi sedikit mulai menghilang yg kebetulan saya asli dari Jawa.





Saya masih ingat,dari sejak SD sampai SMP saya selalu mengalami kesulitan dalam menulis aksara jawa terutama huruf matinya, entah kenapa...mungkin karena dulu saya tidak suka ? atau mungkin karena jam pelajarannya terlalu sedikit ( 1 jam setiap minggunya) ? atau mungkin tidak pernah di-implementasikan di kehidupan sehari hari. Dan anehnya, pelajaran bahasa daerah hanya sampai di tingkat SMP saja, apa dikira sudah mampu menguasainya ? atau apakah sudah saatnya mempelajari bahasa internasional ?

Apa yang terjadi jika aksara Jawa digunakan untuk komunikasi dan alat pembelajaran kedua setelah huruf abjad, pasti semua murid murid akan lebih mudah dan mengerti dalam menulis dan menggunakannya. Coba kita tengok negara tetangga kita Singapura, Phillipine, China, India dan masih banyak lagi. Sampai sekarang mereka masih menggunakan bahasa dan huruf aslinya dalam berbagai bidang, baik di dalam pemerintahan, fasilitas umum, bahkan sudah sampai di perangkat lunak seperti komputer sudah menggunakan bahasa asli mereka.
Siapa yang disalahkan disini ? kebijakan pemerintah kah ? niat dan usaha dari masyarakat sendiri kah ? atau karena terlalu besarnya pengaruh dari dunia luar sehingga lambat laun menyingkirkan budaya asli kita ?
Kalau kita lihat kebijakan pemerintah, saya rasa mereka sudah mengupayakan untuk men-sosialisasikan bahasa daerah ini. Terbukti dengan nama nama jalan yang menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa nasional dan bahasa daerah. Tapi kalau kita cermati, tulisan bahasa daerahnya akan lebih kecil ketimbang bahasa nasionalnya. Entah kenapa, mungkin pemerintah tidak serius untuk mensosialisasikan bhs daerah ? atau mungkin takut kalau masyarakat akan tersesat jika tulisan dibuat sama besar. Hal ini patut menjadi perhatian pemerintah lagi dalam upaya mempertahankan budaya daerah masing masing.
Yang kedua kalau kita lihat niat dan usaha dari masyarakat sendiri, tidak sedikit orang tua yang mengajarkan anaknya untuk tetap menggunakan bahasa daerahnya, tapi itu belum bisa merubah paradigma baru sekarang yang notabene semuanya sudah harus go-internasional. Anak anak dari usia SD sudah dibekali Handphone, laptop, mp3,dan perangkat2 lunak lainnya, hal hal inilah yang sedikit banyak merubah pola hidup mereka. Saya tertarik dengan produsen handphone dari Eropa, mereka mau menyediakan software handphone nya dengan aplikasi berbahasa Jawa dan Sunda, meskipun sampai sekarang baru 2 bahasa daerah ini yang mereka update, merupakan sebuah terobosan baru dalam membantu mempertahankan budaya budaya asli daerah.
Bagaimana jika seandainya semua anak anak sekarang mulai menggunakan fasilitas2 yang berbau kebarat baratan, lama kelamaan budaya asli kita akan tersingkirkan dan lambat laun akan sirna ditelan zaman. Sudah saatnya kita sebagai generasi penerus bangsa untuk tetap melestarikan dan memepertahankan budaya asli kita. Tidak ada salahnya kita untuk belajar budaya barat, bahkan untuk zaman sekarang malah diharuskan. Karena kalau tidak, maka kita akan tergilas oleh kemajuan yang semakin hari semakin pesat. Tapi itu semua tetap harus dilandasi oleh budaya asli kita, budaya timur yang penuh sopan santun, penuh tata krama dan budi pekerti.
Contoh diatas baru hanya dari tulisan dan bahasa saja, kita masih punya budaya2 asli lainnya yang lebih kaya. Seperti gotong royong, bersih desa, syukuran atau maulud-an dan banyak lagi. InsyaAllah di lain kesempatan saya bisa menulis lagi tentang topik budaya budaya asli lainnya.

1 comment:

  1. Postingan yang menggelitik ..hehehe
    Sebagai orang Jawa, saya merasa terusik, minimal jadi mikir. Ada perbedaan memang antara huruf Jawa dgn huruf China, Thailand, dan India sekalipun.. perbedaannya justru bukan kepada asal-usulnya tetapi lebih kepada fungsional.. bahasa Jawa tidak sempat menjadi bahasa Nasional kita. Sedangkan masyarakat kita sangat majemuk.
    Jadi.. dibutuhkan usaha "lebih" jika menghendaki aksara jawa bisa diterima dan membudaya lagi.
    Nice post anyway...

    ReplyDelete